Jangan Memakai Topi Natal Atau Sinterklas
Jangan Engkau Gadaikan Aqidahmu
- Anda berhak menolak dengan alasan agama, karena MUI telah mengeluarkan fatwa larangan memakai atribut keagamaan non-muslim, yaitu Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 56 tahun 2016 tentang hukum menggunakan atribut keagamaan non-muslim
- Anda bisa berbicara baik-baik dengan bos atau atasan anda, terkait hal ini. Dengan cara & diplomasi yang baik, umumnya manusia akan menerima diplomasi yang baik
- Hal ini adalah masalah aqidah yang cukup penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, karena topi sinterklas adalah ciri khas atribut agama lain saat ini
- Walapun kita merasa itu hanya sekedar formalitas dan kita meyakini tidak setuju, akan tetapi ini masalah aqidah. Tentu agama lain tidak ingin, apabila karyawan non-muslim dipaksa memakai jilbab saat suasana lebaran.
- Tentu hati kecil anda menolak, tidak bisa dibayangkan maut datang dalam keadaan anda memakai topi sinterklas (karena maut bisa datang kapan saja)
Jangan Takut Menolak
Pegang Teguhlah Syariat Islam
Adi bin Hatim Radhiallahu ‘anhu berkata:أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَفِيْ عُنُقِيْ صَلِيْبٌ مِنْ ذَهَبٍ, فَقَالَ: ياَ عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذاَ الْوَثَنَ
“Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan pada leherku terdapat salib (yang terbuat) dari emas, (lantas) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Wahai ‘Adi, buanglah darimu watsan/berhala ini!’. [HR At Tirmidzi no. 3095, Dihasankan oleh Al-Albani]
“Topi sinterklas bukanlan ajaran kristen, tapi dongeng di masa lalu dan bukan tanda khas agama kristen”
Kita jawab: yang menjadi patokan adalah saat ini. Semua manusia paham bahwa topi sinterklas identik dengan natal dan yang terpenting topi sinterklas dipakai untuk menyambut natal kan? Apakah seorang muslim menyambut natal?
Mendekati perayaan orang kafir saja tidak diperbolehkan apalagi menyambutnya. Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu mengingatkan kita agar menjauhi perayaan hari raya orang kafir. Jika mendekat saja saat itu dilarang, bagaimana dengan memakai atribut agama mereka dan memberi selamat? Tentu juga dilarang (saat itu ucapan selamat harus mendatangi, tidak bisa jarak jauh dengan bantuan alat komunikasi).
Beliau berkata,
اجتنبوا أعداء الله في عيدهم
“Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka” [HR. Baihaqi]
Selain itu tidak mau memakai topi sinterklas tidak akan merusak toleransi. Toleransi adalah membiarkan mereka melaksanakan ibadah, tidak boleh diganggu dan dihalangi akan tetapi kita tidka ikut menyambut atau membantu sedikitpun dan dalam bentuk apapun.
Allah berfirman,
Selain itu tidak mau memakai topi sinterklas tidak akan merusak toleransi. Toleransi adalah membiarkan mereka melaksanakan ibadah, tidak boleh diganggu dan dihalangi akan tetapi kita tidka ikut menyambut atau membantu sedikitpun dan dalam bentuk apapun.
Allah berfirman,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun: 6)
Saudaraku yang dirahmati Allah, apabila anda diperintahkan atau dipaksa untuk memakai topi sinterklas oleh bos atau atasan anda, jangan mau atau pasrah saja menerima, karena ini masalah aqidah yang sangat penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Selain adanya fatwa dari MUI mengenai hal ini beberapa kepala daerah juga melarang atasan atau karyawan memaksa karyawannya untuk memakai topi sinterklas. Misalnya berita berikut Ridwan Kamil Minta Karyawan Muslim Tak Diwajibkan Pakai Atribut Sinterklas untuk hal ini anda memiliki pegangan regulasi dan aturan yang kuat untuk menolak memakai topi sinterklas dalam rangka menyambut natal.
Secara syarat hal ini benar-benar krusial dan penting karena menyangut masalah aqidah. Kita seorang muslim dilarang mengguakan atribut agama lain apapun jenisnya. Seorang sahabat memakai salib dari emas, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahnya untuk segera membuang salib emas tersebut. Perhatikan hadits berikut,
Penulis kitab Syarhus Sunnah, yaitu Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Khalaf al-Barbahari rahimahullah mengatakan,
الإِيْمَانُ بِالْمِيْزَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. يُوْزَنُ فِيْهِ الْخَيْرُ وَ الشَّرُّ. لَهُ كِفَّتَانِ وَ لَهُ لِسَانٌ.
“Iman kepada mizan di hari kiamat. Pada mizan ditimbang kebaikan dan keburukan. Mizan memiliki dua buah neraca timbangan dan lengan timbangan.”
Berikut ini penjelasan Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan hafizhahullah tentang perkataan beliau di atas:
“Beriman kepada mizan termasuk di antara perkara yang penting dalam akidah. Mizan adalah timbangan yang digunakan untuk menimbang amal hamba pada hari Kiamat.
Dalil tentang Iman kepada Mizan
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ وَمَن خَفَّت مَوازينُهُ فَأُولٰئِكَ الَّذينَ خَسِروا أَنفُسَهُم بِما كانوا بِآياتِنا يَظلِمونَ
“Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Maka barangsiapa berat timbangan (kebaikan)nya, mereka itulah orang yang beruntung, dan barangsiapa ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang yang telah merugikan dirinya sendiri, karena mereka mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf : 8-9)
Dalil lainnya, yaitu firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ
“Dan barangsiapa ringan timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka jahanam.” (QS. Al-Mu’minun : 103)
Barangsiapa yang berat timbangan amal kebaikannya maka ia akan bahagia. Begitupun sebaliknya, jika timbangan amal keburukannya lebih berat maka ia akan celaka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَأَمّا مَن ثَقُلَت مَوازينُهُ فَهُوَ في عيشَةٍ راضِيَةٍ وَأَمّا مَن خَفَّت مَوازينُهُ فَأُمُّهُ هاوِيَةٌ وَما أَدراكَ ما هِيَه نارٌ حامِيَةٌ
“Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qari’ah : 6-11)
Ayat di atas menunjukkan keadilan Allah Ta’ala. Sesungguhnya amal kebaikan dan keburukan mereka (hamba) ditimbang dengan mizan yang dapat mereka saksikan dengan jelas. Mizan memiliki dua buah neraca timbangan dan memiliki lengan timbangan. Amal kebaikan diletakkan pada neraca timbangan yang satu dan amal keburukan diletakkan di neraca timbangan yang lainnya sebagaimana telah disebutkan di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Kaum mu’tazilah menyelisihi hal ini, mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mizan adalah penegakan keadilan. Mereka mengatakan, di akhirat tidak terdapat mizan yang nyata adanya. Keyakinan mereka batil karena mereka sekedar mengikuti akal mereka dan tidak mengikuti dalil-dalil syar’i. Mizan itu ada secara hakiki dan benar adanya.
Beratnya Timbangan Dua Kalimat Syahada
Mizan memiliki dua neraca timbangan sebagaimana yang terdapat di dalam berbagai hadis, diletakkan amal kebaikan di timbangan yang satu dan amal keburukan di timbangan yang lainnnya. Sebagaimana dalam hadis bithaqah.
إِنَّ اللَّهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا كُلُّ سِجِلٍّ مِثْلُ مَدِّ الْبَصَرِ. ثُمَّ يَقُولُ :أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا؟ أَظَلَمَكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ؟ فَيَقُولُ :لَا يَا رَبِّ. فَيَقُولُ :أَفَلَكَ عُذْرٌ فَيَقُولُ لَا يَا رَبِّ . فَيَقُولُ : بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً فَإِنَّهُ لَا ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتَخْرُجُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. فَيَقُول:ُ احْضُرْ وَزْنَكَ! فَيَقُوْلُ: يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلَّاتِ؟ فَقَالَ: إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ .قَالَ: فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كَفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِي كَفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ فَلَا يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللَّهِ شَيْءٌ.
Di dalam hadis bithaqah (kartu) dikisahkan bahwa ada seseorang yang memiliki sembilan puluh sembilan catatan amal dan setiap catatan sejauh mata memandang berisi amal keburukan. Maka dikatakan kepadanya, “Apakah kamu memiliki kebaikan?” Orang tersebut menjawab, “Tidak wahai Rabb.” Kemudian bertambah besarlah lembaran-lembaran tersebut dan orang tersebut menjawab, “Tidak wahai Rabb..” Dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya kamu tidak akan dizalimi, bahkan kamu memiliki satu kebaikan di sisi Kami.” Maka didatangkan bithaqah yang di dalamnya terdapat syahadat “La ilaha illallah” dan syahadat “Anna muhammadan rasuulullaah”. Bithaqah tersebut kemudian diletakkan di neraca timbangan yang satu dan catatan amal keburukan diletakkan di neraca timbangan yang lainnya. Hasilnya adalah neraca timbangan bithaqah yang berisi dua syahadat lebih berat dari pada catatan amal yang berisi sembilan puluh sembilan amal keburukan sehingga orang tersebut masuk surga.” (HR. At-Tirmidzi [2639], Ibnu Majah [4300], Ahmad [2/213], dan Ibnu Hibban [225] dari hadis Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash, dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ [1776])
Hadis ini adalah dalil bahwasanya mizan memiliki dua neraca timbangan yang digunakan untuk menimbang amalan hamba pada hari Kiamat.
Mizan juga memiliki lengan timbangan, orang-orang Arab menamainya dengan qalbul mizan yang bisa miring ke arah kiri atau kanan. Apabila kedua neraca timbangan memiliki berat yang sama maka qalbul mizan akan seimbang. Apabila salah satu neraca timbangan lebih berat maka qalbul mizan akan
Allah Ta’ala berfirman:
Al-Barbahari mengatakan, “Pada mizan ditimbang kebaikan dan keburukan.” Maksudnya yang ditimbang adalah amal-amal kebaikan dan keburukan.
Belum ada Komentar untuk "Jangan Memakai Topi Natal Atau Sinterklas"
Posting Komentar